UIN MALANG-Sebagai lembaga yang mengawal kegiatan KKN mahasiswa ke berbagai tempat, Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) mulai melakukan Monitoring dan Evaluation (Monev) pelaksanaan KKN Persemakmuran di Kecamatan Pager Wojo, Kabupaten Tulungagung, Jumat (5/8). KKN yang bertuan rumah di UIN Sayid Ali Rahmatullah, Tulungagung itu tak hanya diikuti oleh mahasiswa dari kampus tersebut, namun juga dari UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dan IAIN Ponorogo yang tergabung dalam PTKIN ex-IAIN Sunan Ampel. Jajaran pimpinan LP2M UIN Malang yang melakukan Monev secara langsung ialah Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd. (Kepala LP2M), Ahmad Abtokhi, M.Pd. (Sektetaris LP2M), Dr. Syaiful Mustofa, M.Pd., MA. (Ketua Pusat Pengabdian Masyarakat), dan Dr. Abdul Aziz, M.Pd. (Ketua Pusat Penelitian). Menurut Prof. Agus Maimun, Monev dilakukan agar pihak kampus mengetahui informasi terkait kegiatan KKN. Hal itu meliputi perkembangan kegiatan yang sudah dilakukan dan apa yang telah dicapai selama sekitar dua minggu KKN. Ia berharap, apa yang berhasil dilaksanakan dapat diterapkan di wilayah KKN lainnya. “Jika memang hasilnya baik, akan diseminasikan di area Malang juga,” imbuhnya.
Dalam Monev tersebut, perwakilan mahasiswa menyampaikan bahwa kelompoknya turut serta dalam setiap kegiatan kemasyarakatan. Seperti pelaksanaan imunisasi di balai desa, kegiatan kebersihan rutinan, kegiatan pendidikan, dan juga keagamaan. Hal ini sejalan dengan penuturan Kapus Pengabdian Masyarakat UIN Malang, bahwa mahasiswa wajib berbaur dengan semua aktivitas kemasyarakatan. Dengan begitu, mahasiswa mendapat bekal untuk hidup di tengah masyarakat pasca studi mereka nantinya. Lebih lanjut, Sekretaris LP2M, Ahmad Abtokhi menyarankan agar peserta KKN juga bisa mengajak masyarakat untuk meningkatkan kesadaran pentingnya kebersihan sungai. Pasalnya, hampir semua masyarakat yang tinggal di sekitar sungai, akan membuang sampah di aliran sungai. Akibatnya, debit air meningkat dan mengikis pinggiran. Abtokhi juga menyarankan agar mahasiswa mencari informasi ke Perhutani setempat untuk menjalin kerjasama dalam penanaman bibit pohon di pinggiran sungai. Meski sepele, ia yakin dampaknya akan sangat baik di masa mendatang. (nd)
Catatan KKN: Mirel Imelda Sasella (Mahasiswi Jurusan Bahasa & Sastra Arab, Semester 6)
UIN MALANG-Setelah dua tahun vakum karena pandemi Covid-19, masyarakat Koya Barat, Jayapura akhirnya bisa melaksanakan Perayaan Hari Besar Islam (PHBI) lagi tahun ini. Saya yang kebetulan sedang mengikuti KKN-KNMB (Kolaborasi Nasional Moderasi Beragama) di wilayah Papua, merasa senang bisa menyaksikan langsung PHBI di tanah mayoritas non-Muslim. Bertepatan dengan Perayaan 1 Muharram, Tahun Baru Kalender Hijriyah, panitia Masjid Al-Muhajirin Koya Barat mempersiapkan rangkaian PHBI. Ada beragam lomba yang diagendakan. Ada juga pawai sholawat yang diikuti Ibu-Ibu, Bapak-Bapak, remaja, maupun anak-anak. Saya melihat sendiri betapa menyatunya kebahagiaan yang dirasakan masyarakat di sekitar Masjid Al-Muhajirin. PHBI ini tak hanya milik umat Muslim, namun banyak juga non-Muslim yang turut andil menyukseskan acara. Bentuk dukungan masyarakat non-Muslim yang saya saksikan ialah, mereka turut menjaga keamanan di sekitar tempat perayaan PHBI untuk menghindari kericuhan. Di sini saya benar-benar merasa melihat implementasi nyata moderasi beragama. Bahwa di Indonesia, khususnya wilayah Papua dengan masyarakat pluralnya, masyarakat bisa tolong-menolong, saling menjaga, dan mendukung.
PHBI 1 Muharram 1444 H ini dimulai pukul 08.00 WIT. Meski pagi diguyur hujan dan sempat tertunda, acara tetap berlangsung meriah di area Masjid Al-Muhajirin, Sabtu (30/7). Lantunan sholawat menggema, riuhan musik dari grup drum band menambah kemeriahan. Tak hanya itu, ada pula penampilan dari grup Pencak Silat dan Pramuka. Antusias masyarakat makin terlihat saat Lomba Pawai, baik kategori Ibu-Ibu maupun Anak-Anak. Tak hanya menghias diri dengan aksesoris senada dengan grup masing-masing, mereka juga dengan semangat meneriakkan yel-yel dan sholawat. Juri Lomba Pawai terdiri dari 15 orang yang disebar di lima pos penilaian. Terdapat perbedaan pelaksanaan untuk tiap kategori. Untuk Lomba Pawai Ibu-Ibu, mereka wajib menempuh lima pos yang disediakan, sedangkan kategori Anak-Anak hanya tiga pos. Sekretaris DKM Masjid Al-Muhajirin, Pak Farid menyatakan pihaknya telah berpesan pada juri untuk mengutamakan poin kreativitas peserta lomba. Tak hanya itu, ia juga meminta juri untuk memberikan nilai ganjil. “Hal ini untuk menghindari bias dalam penilaian,” jelasnya.
Usai Lomba Pawai, seluruh peserta, panitia, serta masyarakat berkumpul di halaman masjid. Panitia menghelat acara selanjutnya, yakni pembagian Door Prize dengan hadiah utama mesin cuci dan kulkas. Seluruh yang hadir di tempat mendapatkan kesempatan untuk menang karena kupon dibagi merata. Turut hadir pula dalam acara tersebut, beberapa pegawai pemerintah setempat serta Rektor IAIN Fattahul Muluk Papua, Habib Idrus Al-Hamid yang juga diminta untuk memberikan sambutan. (*/nd)
UIN MALANG-Bakar Batu, terdengar aneh bahkan tidak masuk akal. Namun, hal itu sudah dilakoni masyarakat Papua secara turun-temurun. Bahkan, dalam setahun mereka bisa melaksanakan tradisi Bakar Batu beberapa kali. Sebagai salah satu delegasi KKN-KNMB (Kolaborasi Nusantara Moderasi Beragama) di Provinsi Papua, saya berkesempatan mengikuti salah satu tradisi Bakar Batu di Kampung Sabron Sari, Kecamatan Sentani Barat, Kabupaten Jayapura, Sabtu (30/7). Tradisi ini diawali dengan menyiapkan beberapa lapis kayu dan batu yang disusun secara teratur. Setelah itu masyarakat serentak membakar kayu-kayu tersebut hingga menjadi abu. Sembari menunggu, mereka menyiapkan beberapa lubang yang mereka sebut sebagai kolam makanan. Lubang-lubang itu diisi dengan bahan makanan. Berdasarkan pengamatan saya saat itu, para warga menimbun jagung, ketela, dan ubi di kolam tersebut. Dalam Bakar Batu lainnya, kolam juga bisa diisi babi, ayam, jagung, ubi, dan talas.
Setelah kolam terisi penuh, mereka menutupinya dengan beberapa lembar daun pisang. Barulah mereka mengangkat batu yang tadi sudah dibakar ke kolam-kolam makanan menggunakan capitan dari kayu. Mereka menyusun rapi batu dan daun pisang di kolam tersebut. Sekitar 1 hingga 2 jam kemudian, makanan dalam kolam pun matang. Ketika menunggu, warga mengikuti rangkaian acara sebelum makan bersama dimulai. Acara diawali dengan pembukaan dan beberapa sambutan dari para tokoh dan aparat setempat. Setelah beberapa sambutan tersampaikan, barulah masuk ke dalam pelaksanaan ritual ibadah umat Kristen. Para tamu undangan dan tamu masyarakat non-Papua di sekitar pun ikut serta dalam tradisi tersebut. Mereka juga memberikan sumbangan uang pada tas noken panitia. Panitia akan mengucapkan "Waa, Waa, Waa," yang artinya terima kasih kepada orang yang memberi sumbangan. Selesai prosesi acara, barulah mereka duduk membuat lingkaran. Beberapa orang anggota lingkaran itu akan lari bulak-balik mengambil makanan di kolam yang sudah ditimbun tadi. Orang yang sudah makan dari suatu lingkaran tidak bisa berpindah ke lingkaran lain, khususnya yang dari lingkaran dengan menu babi, tidak boleh menuju lingkaran masyarakat muslim. Menurut Timotius Weya, Tradisi Bakar Batu adalah wujud kekeluargaan dan solidaritas suku Papua. Tradisi ini memungkinkan mereka yang berlebih untuk berbagi, baik itu hasil panen ataupun sumbangan dalam bentuk lainnya. “Keluarga kami dari Nimbokrang, Keroom, dan Jayapura yang tidak memiliki perkebunan, yang yatim piatu, dan yang serba kesusahan berkumpul di sini dan makan bersama,” papar ketua RT 08 itu. Dalam tradisi tersebut, tak ada perbedaan. Pejabat pun duduk melingkar dan makan bersama marga mereka yang tidak mampu. Makanan akan dibagikan rata tanpa terkecuali. “Karena ada menu babi, biasanya kami menyiapkan kolam khusus yang isinya ayam untuk saudara kami yang muslim,” jelasnya.
Tradisi Bakar Batu selalu dihadiri oleh banyak marga keluarga suku Papua. Mereka datang berbondong-bondong dari pagi dan pulang saat matahari terbenam. Biasanya, sesi makan selesai sekitar pukul 16.00 WIT, namun mereka tetap menari tarian khas Papua setelah selesai makan. Salah satu mace, panggilan ibu dalam masyarakat Papua, juga menjelaskan bahwa dana sumbangan yang terkumpul biasanya diperuntukan bagi kepentingan bersama dan pembangunan infrastruktur seperti gereja. Tak hanya itu, dana itu juga acapkali digunakan untuk membantu masyarakat Papua yang terdampak bencana. Intinya, Tradisi Batu Bakar ini tidak sebatas ajang silaturahmi saja, namun juga ajang tolong-menolong dan toleransi ala masyarakat adat Papua. (*/nd)
UIN MALANG-Sebagai penggiat penanganan kekerasan seksual (KS), Hikmah Bafaqih menyatakan bahwa isu-isu KS bisa terjadi di lingkungan manapun. Baik itu lingkungan keluarga, pondok pesantren yang notabene sebagai tempat belajar ilmu agama, juga di lingkungan kampus. "Siapa saja bisa jadi korban KS," katanya menekankan.
Kasus kekerasan seksual yang selama ini ia dan timnya tangani juga banyak yang dari lingkungan keluarga. Hal ini tentu membutuhkan pendampingan yang lebih intens karena penyintas dan pelaku ada di lingkungan yang sama. Healing proses pun memakan waktu yang lebih lama, termasuk proses konseling ke Psikiater.
Wakil Ketua Komisi E DPRD Jawa Timur ini juga berbagi mengenai KS di lingkungan pendidikan seperti universitas. Tak hanya terjadi antara dosen-mahasiswa, nyatanya hubungan sesama mahasiswa lebih rentan akan KS.Ini biasanya berawal dari toxic relationship, atau pola hubungan yang tidak sehat. "Menurut survey, pacar adalah pelaku KS tertinggi di Indonesia," jelas Hikmah.
Hubungan mahasiswa-mahasiswi sebelum menikah ini biasanya dinilai berlebihan. Menurut Founder Koppatara ini, pasangan muda itu sering melanggar batasan yang berlaku di masyarakat. "Keberanian mereka melanggar norma sosial dan agama menjadi penyebab utama kekerasan seksual di kalangan anak muda ini," papar Hikmah di depan peserta Sosialisasi SK Rektor tentang Kekerasan Seksual (KS), Jumat (29/7), yang digagas oleh Pusat Studi Gender dan Anak UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. (nd)
UIN MALANG-Sesuai amanah Kementerian Agama, Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menghelat FGD Unit Layanan Terpadu dan Sosialisasi SK Rektor tentang Kekerasan Seksual (KS), Jumat (29/7). PSGA mengundang perwakilan Dema dan Sema UIN Malang serta para duta di setiap fakultas untuk membantu unit tersebut menyebarkan informasi mengenai penanganan KS di kampus.
Dr. Istiadah, MA., Ketua PSGA UIN Malang, menyatakan isu mengenai KS di lingkungan kampus atau institusi pendidikan mulai diperbincangkan. KS bukan masalah simpel yang dapat diselesaikan hanya satu atau dua minggu. "Salah satu KS yang saya tangani, saat ini, memasuki fase konseling ke Psikiater yang memasuki bulan keenam," tutur Istiadah.
PSGA ingin menggandeng komunitas mahasiswa untuk membentuk Unit Layanan Terpadu (ULT) yang fokus dalam penanganan KS. "Saya akan mempresentasikan kembali mengenai ULT di hadapan anggota senat universitas," paparnya. Ini dilakukan agar ada dukungan nyata dari institusi terhadap keberadaan ULT.
Acara yang bertempat di Aula Gedung Fakultas Humaniora lt. 3 ini mengundang salah satu anggota DPRD yang sangat giat menyuarakan penanganan KS, Hikmah Bafaqih, M.Pd. Ia juga penggiat isu HIV serta Ketua Fatayat NU Jawa Timur. (nd)
UIN MALANG- Dalam sesi pertama penyampaian materi Workshop Peningkatan Peringkat Akreditasi Jurnal Ilmiah, Prof. Dr. Irwansyah, MH. berbagi informasi mengenai perubahan dalam pedoman akreditasi jurnal ilmiah, Kamis (21/7). Informasi ini tertuang dalam Surat Keputusan DIRJEN DIKTIRISTEK NO. 106/2021 tentang Pedoman Akreditasi Jurnal Ilmiah. Ada beberapa perubahan yang dipaparkan oleh Prof. Irwansyah mengenai aturan akreditasi. Pertama, bagi jurnal yang ingin reakreditasi, maka pengelola harus mengajukan setahun sebelum akreditasi sebelumnya berakhir. Tak hanya itu, edisi jurnal yang diajukan sebagai contoh hanya 1 tahun terakhir, bukan 2 tahun seperti aturan terdahulu. Kedua ialah aturan mengenai reviewer atau mitra bestari. "Sekarang jajaran mitra bestari yang berasal dari 4 negara atau lebih mendapatkan poin maksimal. Tidak seperti sebelumnya yang hanya dari beberapa institusi dalam negeri," jelas guru besar dari Universitas Hasanuddin Makassar tersebut. Asesor juga akan memeriksa apakah reviewer benar-benar terlibat dalam pemilihan naskah atau tidak. Hal ini untuk menghindari agar pengelola jurnal tak hanya sekedar menyantumkan nama di jajaran reviewer.
Selanjutnya aturan mengenai Dewan Penyunting atau Editor. Asesor akan memberi poin tinggi jika jajaran editor jurnal memiliki jejak akademis berupa karya ilmiah di jurnal bereputasi. Pedoman baru tersebut juga mengatur mengenai manajemen substansi. Hal ini terkait, apakah pengelola jurnal menyediakan petunjuk gaya dan substansi. "Saya tidak ragu mengenai petunjuk gaya karena semua jurnal sudah punya itu semua. Namun tidak semua pengelola menyediakan petunjuk substansi," papar Guru Besar Bidang Ilmu Hukum tersebut. Petunjuk substansi, lanjut Prof. Irwansyah, mengatur secara detil apa yang boleh dan tidak boleh dicantumkan dalam artikel. Contohnya saja dalam judul artikel. "Sebuah judul setidaknya mencantumkan lima hal, yakni temuan riset, cerminan isi naskah, tidak ada akronim, tidak mencantumkan lokasi riset, dan tidak mencantumkan nomor regulasi," jelas Editor-in-Chief Hasanuddin Law Review itu.
Workshop Peningkatan Peringkat Akreditasi Jurnal Ilmiah merupakan fasilitas khusus dari Pusat Publikasi Ilmiah dan LP2M bagi jurnal-jurnal di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Tujuannya ialah untuk memberikan informasi dan ilmu baru mengenai manajemen jurnal ilmiah yang akan diajukan untuk akreditasi nasional. (nd)
UIN MALANG-Setelah sebelumnya melaksanakan workshop untuk jurnal menuju indeksasi Scopus (14/7), kali ini Pusat Publikasi Ilmiah (PPI) di bawah naungan LP2M mengadakan workshop khusus untuk meningkatkan level akreditasi nasional atau yang lebih dikenal dengan Sinta, Kamis (21/7). Agenda ini dikhususkan bagi jurnal-jurnal di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang yang belum mencapai Sinta 2 agar dapat memperbaiki kualitas jurnalnya. Untuk memfasilitasi para pengelola jurnal, PPI mengundang Prof. Dr. Irwansyah, MH., Guru Besar Universitas Hasanuddin, Makassar, Sulawesi Selatan. Saat membuka acara, Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Dr. Umi Sumbulah mengatakan bahwa mengelola jurnal merupakan pekerjaan yang tidak nampak oleh mata. Akan tetapi, hasilnya nyata dan dapat dirasakan oleh banyak kalangan. "Tiba-tiba menghasilkan orang-orang hebat dan profesor di beberapa kampus," imbuh Prof. Umi. Karenanya, ia menyatakan, pengelola jurnal adalah orang yang sedang berjihad. Mereka berjuang untuk mendapatkan hasil yang mulia. Meningkatkan akreditasi, lanjut Prof. Umi, merupakan kewajiban pengelola untuk mempertahankan eksistensi jurnalnya. Tak hanya itu, akreditasi jurnal yang tinggi akan menaikkan grade kampus. "Tahun 2024 mendatang, UIN Malang akan mengadakan reakreditasi untuk menarget Level Unggul. Karena itu, kita butuh jurnal-jurnal yang berkualitas untuk mendapatkan poin lebih baik," jelas guru besar di Fakultas Syariah tersebut. Untuk mewujudkannya, Prof. Umi menyatakan siap memfasilitasi para pengelola yang ingin belajar dan memperbaiki kualitas jurnal. Fasilitas tersebut salah satunya dalam bentuk workshop dengan menghadirkan pakar dan juga asesor yang berpengalaman. Dalam workshop ini, PPI mengundang pengelola dari 34 jurnal di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Ketua PPI, M. Anwar Firdausy turut hadir memberikan laporan mengenai kondisi jurnal-jurnal di kampus berlogo Ulul Albab ini. Ia berharap, salah satu fasilitas yang didukung kampus berupa workshop, dapat dimanfaatkan secara maksimal oleh pengelola jurnal di UIN Malang. (nd)
UIN MALANG-Mengawali agenda Jumat (15/7) pagi, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. M. Zainuddin, MA. menemui 9 mahasiswa yang akan melaksanakan KKN Kolaborasi Nasional. Ia memberikan wejangan sebagai tanda resmi diberangkatkannya para mahasiswa untuk memulai kegiatan KKN. Pada kesempatan tersebut, rektor didampingi oleh Dr. Ahmad Fatah Yasin, M.Ag. (Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan), Kepala LP2M (Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd.), dan Ketua Pusat Pengabdian Masyarakat (Dr. Syaiful Mustofa, M.Pd., MA.). Prof. Zainuddin mengatakan, KKN merupakan salah satu dari Tri Dharma Perguruan Tinggi yang wajib dilaksanakan oleh mahasiswa dan dosen. Ia mengingatkan, selain krusialnya agenda pengabdian masyarakat ini dalam proses studi, menjaga diri dalam pelaksanaannya pun penting. Ia berharap agar mahasiswa mampu menempatkan dirinya di tengah masyarakat. “Saat di tengah masyarakat, mahasiswa bukan cuma membawa nama dirinya, namun juga nama baik almamater,” jelasnya. Ia yakin, dimanapun kegiatan pengabdian masyarakat, mahasiswa UIN Malang bisa tampil maksimal dan berkesan. “Karena mahasiswa UIN Malang tidak hanya dibekali dengan disiplin ilmu yang dipilih, tetapi ada juga ilmu agama yang mumpuni, yang bisa dibagi ke masyarakat luas,” tutur Prof. Zainuddin.
Selepas acara, Dr. Syaiful Mustofa menjelaskan, kesembilan mahasiswa terbagi menjadi dua kelompok KKN. 2 mahasiswa mengikuti KKN Moderasi Beragama ke Papua, sementara 7 lainnya mengikuti KKN Persemakmuran ex-IAIN Sunan Ampel ke Kabupaten Tulungagung. “Kedua KKN merupakan program Kementerian Agama. Mahasiswa mendaftar secara mandiri dan diseleksi langsung oleh Kemenag pusat,” jelas Kapus Pengabdian Masyarakat tersebut. Sementara itu, Prof. Agus Maimun, Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat menambahkan, seluruh mahasiswa yang mengikuti KKN Persemakmuran berasal dari Fakultas Sains dan Teknologi. Sedangkan, yang berangkat ke Papua ialah mahasiswa Fakultas Humaniora dan Fakultas Psikologi. “Beberapa hari lagi, kita juga akan melepas mahasiswa yang akan mengikuti program KKN Nusantara ke Maluku Utara,” lanjutnya Acara pelepasan sembilan mahasiswa yang juga peserta KKN Kolaborasi Nasional tersebut dilaksanakan di Gedung Rektorat lt. 1. Secara simbolis, rektor memberikan seragam berupa jaket kepada mahasiswa sebagai identitas perwakilan kampus. (nd)
UIN MALANG-Sebagai pakar yang sering memberi arahan dan masukan kepada para pengelola jurnal, Prof. Dr. Istadi, ST., MT. tegas mengatakan agar tidak ragu mengajukan jurnal untuk terindeksasi Scopus. Utamanya, jika jurnal sudah siap dari segala aspek, termasuk bobot tulisan dan daftar editorial team yang mumpuni. Hal ini ia sampaikan dalam sesi pertama Workshop Pendampingan Percepatan Indeksasi Scopus yang digagas Pusat Publikasi Ilmiah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (14/7). Prof. Istadi juga menegaskan pentingnya clarity of abstract. Menurutnya, sebelum membedah konten artikel secara mendalam, tim Scopus akan mengadakan scanning terlebih dahulu. “Selain judul, abstrak adalah yang muncul paling awal ketika diklik judul artikelnya di OJS (Open Journal System),” jelasnya. Ia menambahkan, aspek ini berkaitan dengan tata bahasa yang dipakai. Dalam hal ini, karena abstrak berbahasa Inggris, maka kaidah grammar-nya harus benar. “Itu absolut!” ia menekankan. Dalam kesempatan yang sama, delapan pengelola jurnal secara bergiliran mempresentasikan kondisi jurnalnya. Tak hanya menyampaikan sisi plus, tim jurnal juga meminta saran pada Prof. Istadi terkait hal-hal yang belum diketahui. Pasca presentasi, Prof. Istadi pun memberikan berbagai masukan. “Saya harap di pertemuan selanjutnya, Bapak dan Ibu dapat menunjukkan hasil perbaikan sesuai saran,” tutur Guru Besar dari Universitas Diponegoro, Semarang itu. Kedelapan jurnal yang diundang dalam workshop tersebut ialah Jurnal El-Harakah, Jurnal Ulul Albab, Jurnal LiNGUA, Jurnal CAUCHY, Jurnal Jurisdictie, Jurnal De Jure, Jurnal MEC-J, dan Ijaz Araby. (nd)