UIN MALANG-Meraih cita-cita universitas bukan hanya tugas para pimpinan, namun hasil kerjasama dengan seluruh satuan kerja di bawah naungan universitas. Setidaknya, hal ini yang menjadi inti sambutan Prof. Dr. Ilfi Nurdiana, M.Si., Wakil Rektor Bidang AUPK UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Hal tersebut ia tegaskan di hadapan seluruh peserta yang menghadiri Workshop BLU Maturity Rating Ke-3 yang diselenggarakan di Savana Hotel & Convention, Kota Malang, Selasa (8/8). Ia tidak berkenan jika satuan kerja di bawah UIN Malang hanya berlomba-lomba menghabiskan anggaran tanpa adanya target dan hasil. Target yang Prof. Ilfi maksud ialah yang berhubungan dengan pencapaian visi-misi universitas menjadi kampus yang unggul bereputasi internasional. Apalagi, saat ini UIN Malang akan dipersiapkan sebagai PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri-Berbadan Hukum). Untuk itu, Prof. Ilfi berpesan agar penggunaan aset harus dikelola dengan sangat baik agar efektif dan efisien. “Apalagi sampai ada pemborosan di sektor finansial untuk hal-hal yang tidak terlalu penting,” imbuhnya. Kepada satuan kerja di tingkat fakultas, ia berpesan untuk menghilangkan egosentris. “Jangan hanya mementingkan diri sendiri. Pikirkan kepentingan bersama, yaitu universitas,” tegas Guru Besar Bidang Ilmu Manajemen SDM tersebut. Untuk efektivitas anggaran, Prof. Ilfi berpesan agar memanfaatkan fasilitas kampus saat mengadakan acara seperti rapat atau workshop. Hal ini adalah upaya untuk penghematan anggaran agar jalan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menuju PTN-BH semakin lancar. Dengan pelaksanaan Workshop BLU Maturity Rating ini, Prof. Ilfi berharap agar terlihat seberapa efektif kah manajemen BLU kampus. “Saya menilai, BLU selalu menyarankan pemanfaatan dan pengelolaan aset dengan baik,” karenanya, ia memberi dukungan sepenuhnya agar cita-cita UIN Malang sebagai kampus unggul bereputasi internasional tercapai.
UIN MALANG-Posisi Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) di suatu lembaga pendidikan seharusnya menjadi basis akademis. Artinya, PSGA diharapkan dapat berkontribusi positif dalam pengambilan keputusan atau kebijakan strategis yang tentunya ramah gender dan anak. Tak hanya itu, keberadaan PSGA di kampus dianggap urgen karena perannya dalam penyelesaian isu-isu kekerasan seksual ataupun isu lainnya yang terkait mental. Karenanya, PSGA UIN Maulana Malik Ibrahim Malang mengumpulkan para dosen dan tendik di lingkungan kampus dalam Focus Group Discussion (FGD) Dewan Pakar Gender yang bertema Menuju Perguruan Tinggi Responsif Gender (PTRG). Acara yang berlangsung sehari ini bertempat di Ruang Pertemuan Gedung Perpustakaan Pusat lt. 1, Kamis (20/7). Dalam pelaksanaannya, FGD didesain sebagai acara yang full diskusi. Setiap pakar dan dosen hadir berkesempatan menyuarakan pengalaman atau concern-nya selama berkecimpung menangani isu gender dan anak. Seperti yang terlihat saat Prof. Dr. Mufidah, M.Pd. menyampaikan beragam pengalaman yang pernah ia alami selama bertahun-tahun berkecimpung di ranah studi gender. Menurutnya, meski saat ini isu gender equality sudah marak diperbincangkan, namun praktiknya tidak maksimal. Ia memberi contoh di kancah perpolitikan, "Maskulinitas di dunia politik itu masih luar biasa besar karena wanita masih dianggap beban." Terkait posisi PSGA di sebuah perguruan tinggi, ia berkomentar, seharusnya PSGA tidak fokus menangani orang-orang bermasalah. "Seperti yang sampai saat ini terjadi, akhirnya PSGA isinya penuh masalah," imbuhnya. Menurut Prof. Mufidah, PSGA perlu disupport dengan unit Woman Crisis Center dan Family Corner untuk menampung segala permasalahan. Sehingga, PSGA fokus pada melebarkan sayapnya dan mengokohkan posisinya sebagai pusat studi yang memiliki kedudukan strategis dalam pembangunan kampus.
Di awal acara, Dekan Fakultas Syariah, Prof. Dr. Sudirman Hasan, MA. setuju jika dikatakan PSGA memilik posisi strategis dalam lembaga sekelas universitas. Pasalnya, universitas berisi banyak mahasiswa di usia mencari jati diri dan membangun relasi. Pada aplikasinya, mereka sering menggunakan cara yang beresiko tinggi yang tidak disadari sejak awal. "Sering sekali kami temukan para mahasiswa yang sedang dalam pencarian jodoh ini, melewati norma-norma yang seharusnya dijaga," tutur Prof. Sudirman. Karena itu, PSGA diharapkan dapat memberi edukasi secara konsisten dan memfasilitasi mereka yang membutuhkan bantuan moral. "Kita tentunya berharap tidak ada lagi kekerasan yang terjadi. Kalaupun ada, semoga masalah itu teratasi secara profesional sehingga tidak ada pihak yang dirugikan," paparnya. Sementara itu, Dr. Istiadah, MA., Kepala PSGA UIN Malang menyatakan pihaknya ingin agar FGD yang dilaksanakan sehari ini dapat secara maksimal membincang isu-isu sekaligus solusi-solusi yang kontributif. Dengan menghadirkan para pakar dan dosen yang concern dengan isu gender, ia yakin pelaksanaan FGD ini tidak sia-sia. (nd)
UIN MALANG-Masih menjadi bahasan yang menarik, moderasi beragama menjadi tema utama dalam pembicaraan KH. Ulil Abshar Abdalla di hadapan sivitas akademik UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Selasa (11/7). Dalam materinya, ia mencoba membicarakan tema tersebut dalam perspektif yang berbeda. Alasan Gus Ulil, sapaan akrabnya, moderasi beragama adalah wacana yang sangat luas sehingga jika ditilik dalam bahasan yang sempit, justru tidak akan terlihat sisi uniknya. Saking luasnya bahasan tersebut, Gus Ulil menuturkan bahwa moderasi beragama bukan lagi wacana yang partikuler, "Namun saat ini sudah menjadi bahasa universal. Bahasan semua umat," jelas menantu KH. Mustofa Bisri itu. Jika hanya memusatkan moderasi beragama di kalangan Muslim, maka akan sangat keliru.
Memang benar, lanjutnya, moderasi beragama muncul karena terjadinya dinamika dalam tubuh umat Islam. Namun karena ini Indonesia dengan kebhinekaannya, maka tidak bisa menggunakan perspektif Islam saja saat menjelajahi moderasi beragama. Karena itu, Kementerian Agama Republik Indonesia mengajak seluruh tokoh agama yang ada di Indonesia untuk merumuskan hal ini. Di awal membawakan materinya, Gus Ulil menyinggung dasar konseptual moderasi beragama. Menurutnya, ada dua kepentingan ketika membicarakan tema ini. Pertama, bahwa dalam moderasi beragama ada kepentingan pemerintah. Tema ini merupakan bentuk respon aktif pemerintah tentang dinamika global yang terjadi di tengah masyarakat Islam, yang merupakan golongan mayoritas di Indonesia. Pemerintah mencoba menjadi mediator di tengah banyaknya tantangan, seperti kasus kekerasan, radikalisme, Islamisme, dan jihadisme. Tantangan-tantangan ini menurut pemerintah perlu dicarikan solusi. Sebagai pemegang regulasi, tentu tugas utama mereka adalah membuat aturan-aturan yang implementatif dan aplikatif agar tidak ada lagi chaos dan ketidakstabilan. "Maka, di sudut pandang ini, pemerintah memiliki kepentingan regulatif dalam wacana moderasi beragama," tambah Gus Ulil.
Kepentingan selanjutnya adalah milik masyarakat. Di sisi ini, ada istilah kepentingan eksploratif. Berbeda dengan pemerintah sebagai regulator, tugas masyarakat adalah menggali sebanyak mungkin apa saja yang bisa dipelajari dari wacana tersebut. Sebagai masyarakat, ketika membahas moderasi beragama, tentunya akan memiliki point of view yang sangat berbeda dari pihak pemerintah. Gus Ulil mengapresiasi adanya kajian moderasi beragama di dalam institusi pendidikan seperti UIN Malang. Ia yakin, dalam lingkup edukasi, bahasan tersebut akan dieksplor dari sudut pandang yang beragam. "Di tengah masyarakat, tentu ada pergulatan, diskusi, juga ragam argumen yang pro dan kontra yang tentunya akan memperkaya literasi moderasi beragama ini," paparnya. Gus Ulil menjadi pembicara utama dalam Kajian Literacy Enrichment on Religious Moderation yang dihelat oleh Pusat Studi Moderasi Beragama dan Sosial Budaya di bawah naungan LP2M UIN Malang. Dalam kajian yang bertempat di Aula Gedung Micro Teaching tersebut, Mokhammad Yahya, Ph.D, kepala pusat studi tersebut menyatakan, pihaknya ingin agar bahasan moderasi beragama selalu hidup di kalangan pendidikan. Hal ini menurutnya adalah salah satu upaya kampus untuk memutus tali radikalisme yang masih sering terjadi. Dalam forum tersebut, turut hadir pula Rektor UIN Malang Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA. (nd)
UIN MALANG-Pasca pembekalan sehari sebelumnya, 170 peserta KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel resmi diberangkatkan secara simbolis oleh Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA., Jumat (7/7). Para peserta, dosen pembimbing lapangan, pihak LP2M, serta ketua Kecamatan Dau menghadiri seremonial pemberangkatan tersebut di depan Gedung Rektorat. Rektor menyatakan, belum pernah ada gebrakan program kolaborasi antar perguruan tinggi seperti yang digagas oleh instansi pendidikan tinggi Ex IAIN Sunan Ampel ini. Karenanya, rektor merasa bahwa KKN kolaborasi kali ini terasa spesial dan luar biasa. Keempat kalinya terlaksana, tahun ini UIN Malang mendapat giliran sebagai host, setelah tahun sebelumnya bertempat di UIN SATU Tulungagung. Rektor juga mengapresiasi bahwa para mahasiswa yang mengikuti KKN kolaborasi ini berasal dari program studi yang berbeda-beda. Dengan begitu, masyarakat di lingkungan KKN nanti akan mendapat manfaat dari beragam latar belakang keilmuan yang telah dipelajari di bangku perkuliahan. “Ibaratnya kalian itu Toserba atau toko serba ada. Apa yang dibutuhkan masyarakat, bisa diakomodasi semuanya,” jelas Prof. Zain dalam sambutan pembukaannya.
Ada tiga hal yang dipesan oleh rektor UIN Malang. Pertama, ia berharap agar seluruh mahasiswa menjaga nama almamater masing-masing. Hal itu bisa dilakukan dengan tidak berbuat kesalahan dalam hal tingkah laku. Kedua, para mahasiswa juga harus pandai menempatkan diri. Mereka dilarang menjadi sumber konflik di tengah masyarakat. “Sesuai amanah Kementerian Agama, kedepankan toleransi dan moderasi beragama,” imbuh Prof. Zain. Hal yang terakhir ialah, rektor ingin agar para mahasiswa memanfaatkan waktu KKN ini semaksimal mungkin. Caranya ialah dengan melakukan riset akademik sekaligus. Sehingga, pasca KKN, tak hanya sekadar laporan akademik saja yang didapat, namun juga ada manfaat untuk studi selanjutnya.
Sementara itu, Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd., Kepala LP2M UIN Malang menerangkan, bahwa KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel ini akan dilaksanakan hingga 11 Agustus mendatang. Selain bertempat di 4 desa di wilayah Kecamatan Dau, para peserta juga ada yang ditempatkan di 3 desa dalam area Kecamatan Jabung. Untuk mendampingi dan memonitori pelaksanaan KKN ini, ada 15 DPL yang terpilih dari berbagai jurusan. Prof. Agus juga berpesan agar yang menjadi hal utama dalam pelaksanaan KKN ini ialah untuk peningkatan spiritual dan pemberdayaan masyarakat. Sesuai amanah bupati Kabupaten Malang, maka program yang dilaksanakan juga meliputi penanganan kasus stunting dan peningkatan kemampuan parenting. (nd)
UIN MALANG-Pasca mengisi Pembekalan KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel di pagi hari, Ketua LP2M dan Kepala Pusat Studi Pengabdian kepada Masyarakat UIN Maulana Malik Ibrahim Malang meluangkan sesi khusus untuk pembekalan peserta KKN Kolaborasi Luar Negeri dan KKN MBKM (Merdeka Belajar-Kampus Merdeka), Kamis (6/7). 9 peserta KKN Kolaborasi Luar Negeri yang akan berangkat ke Thailand tersebut merupakan mahasiswa-mahasiswi Fakultas Sains dan Teknologi. Sedangkan, 1 peserta lagi ialah mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung yang mengikuti rombongan dari UIN Malang. Ketua LP2M, Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd. mengapresiasi semangat Fakultas Sains dan Teknologi yang rutin mengirimkan mahasiswa untuk mengikuti KKN Kolaborasi Luar Negeri. Hal ini tak hanya akan memberikan pengalaman berharga bagi mahasiswa sebagai peserta KKN, namun juga sebagai kegiatan pendukung universitas menuju kampus bertaraf internasional. Pasalnya, UIN Malang saat ini sedang dalam fase International Recognition seperti yang tercantum dalam Roadmap hingga 2030. “Segala kegiatan bertaraf internasional ini akan memberikan nilai plus bagi UIN Malang untuk meraih visi dan misinya,” papar Prof. Agus Maimun. Sementara itu, Kepala Pusat Studi Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. Syaiful Mustofa, M.Pd. dalam kesempatan tersebut fokus pada mengingatkan peserta KKN akan apa yang harus mereka lakukan semasa menjalani program pengabdian. Ia meminta mahasiswa untuk memeriksa kembali program kerja yang akan dilakukan di lokasi KKN. Hal ini terkait dengan penagihan laporan kegiatan yang akan diminta pihak kampus sebagai bukti telah terlaksananya KKN Kolaborasi Luar Negeri. Syaiful menegaskan, bahwa yang harus dieksplor oleh para peserta KKN ialah aplikasi hard dan soft skills. Karena peserta berasal dari Fakultas Saintek, maka pihak kampus berharap agar ada program berbasis internet atau website yang nantinya ditinggalkan untuk lembaga tujuan KKN. “Selain itu, di ranah hard skills, para mahasiswa bisa mengajarkan kemampuan yang dimiliki seperti bela diri, mengaji untuk grup Ibu-Ibu, ataupun mengajarkan Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing bagi yang memiliki sertifikasi BIPA,” jelasnya. Dalam kesempatan yang sama, peserta KKN Kolaborasi Moderasi Beragama yang akan berangkat ke Tanah Toraja turut hadir. Seluruh peserta KKN akan diberangkatkan secara simbolis oleh rektor UIN Malang keesokan hari (7/7) di depan Gedung Rektorat. (nd)
UIN MALANG-Sebelum terjun ke masyarakat pada Jumat (7/7), 170 peserta KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel diberi beragam materi oleh pihak host tahun ini, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Pada materi pertama, peserta KKN dikenalkan dengan Ketua Camat Dau, Drs. Hadi Sucipto, M.AP., karena tempat KKN nantinya akan berlokasi di wilayah kecamatan tersebut. Dalam acara Pembekalan KKN di Aula Gedung Rektorat lt.5 UIN Malang, Kamis (6/7), Hadi Sucipto mengenalkan secara general masyarakat yang ia ayomi. Berpenduduk kurang lebih 70.143 jiwa, Kecamatan Dau mewilayahi 10 desa dan 37 dusun. Semuanya tersebar di area seluas 4.272,69 hektar. Ia juga menuturkan bahwa 60% penduduknya bermatapencaharian di sektor pertanian. Tak heran, Kecamatan Dau, banyak memiliki wisata atau spot-spot yang berbasis pertanian, seperti agro wisata hingga kawasan bumi perkemahan.
Karena letaknya yang tak jauh dari kota, tutur Hadi, Kecamatan Dau tergolong kawasan urban. Artinya, masyarakat sudah melek akan teknologi informasi, namun tidak menutup kemungkinan, sebagian lain juga masih tertinggal. Tak hanya mendapatkan materi dari Ketua Camat Dau. 170 peserta KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel juga menerima berbagai materi dari beberapa kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat (PkM). Materi mengenai “Pendekatan Pengabdian Masyarakat Berbasis ABCD (Asset-Based Community Development)” disampaikan oleh Drs. Agus Afandi, Kepala Pusat PkM UIN Sunan Ampel Surabaya. Materi “Pemetaan dan Teknik Identifikasi Aset dalam Pendekatan ABCD” disampaikan Dr. Muhammad Muntahibun Nafis, Kepala Pusat PkM UIN SATU Tulungagung. Pada sesi pasca Dhuhur, materi tentang “Mengembangkan Desain Desa Inovatif: Mengidentifikasi Masalah, Menyusun Desain dan Roadmap” dijelaskan Fery Diantoro, M.Pd.I., Kepala Pusat PkM IAIN Ponorogo. Mahasiswa juga dibekali dengan “Bentuk Kegiatan Inovatif dan Kreatif” yang dibahas oleh Dr. M. Liwa Irrubai, Kepala Pusat PkM UIN Mataram. Materi terakhir disampaikan oleh Dr. Zainal Anshori, Kepala Pusat PkM UIN KHAS Jember, yang membahas mengenai “Perubahan yang Diharapkan dari Program KKN secara Berkelanjutan”.
170 peserta KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel ini nantinya akan diberangkatkan serentak pasca seremonial pada, Jumat (7/7). Rencananya, Rektor UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. H. M. Zainuddin, MA. akan meresmikan mulainya KKN ini secara langsung di depan Gedung Rektorat. Selanjutnya, para peserta akan diantarkan menuju Kantor Kecamatan Dau. Di sana, para kepala desa dan dusun akan menyambut para mahasiswa dari 9 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (UIN Malang, UIN Surabaya, UIN Tulungagung, UIN Jember, UIN Mataram, UIN Samarinda, IAIN Kediri, IAIN Ponorogo, dan IAIN Madura). (nd)
UIN MALANG-Tentu bukan hal mudah untuk tinggal di lingkungan baru bagi mahasiswa peserta Program Pengabdian Masyarakat. Dalam Pembekalan Peserta KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel di Aula Gedung Rektorat lt. 5, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd., berbagi mengenai peluang dan tantangan saat melakukan program pengabdian, Kamis (6/7). Hambatan utama sebelum pelaksanaan pengabdian masyarakat tentu berkaitan dengan perizinan. Baik itu perizinan dari kampus sebagai pemilik mahasiswa peserta KKN, maupun perizinan pejabat masyarakat yang menjadi tujuan KKN. Tentu saja hal ini merupakan persoalan teknis yang hanya dapat diselesaikan antara pihak yang berkepentingan, yakni pihak universitas dan pejabat di masyarakat.
Selanjutnya, masih kata Prof. Agus, akan muncul tantangan-tantangan lain di pihak peserta KKN, mahasiswa. Saat tiba di lingkungan baru, persoalan yang muncul ialah apakah para mahasiswa dapat membiasakan diri dengan masyarakat yang asing bagi mereka. Hal ini menjadi salah satu isu utama di awal pelaksanaan KKN. karenanya, Prof. Agus menuturkan, “Harus ada pembiasaan di diri mahasiswa terhadap perbedaan cara dan gaya hidup.” Mahasiswa sebagai tamu, tidak boleh bersikap seenaknya sendiri tanpa mempertimbangkan norma-norma di masyarakat setempat. Oleh karena itu, Ketua LP2M memberikan solusinya. Ia ingin agar mahasiswa sebagai peserta KKN mencoba mencintai tempat tinggal baru mereka. “Jadikan tempat KKN itu sebagai bagian dari hidup kalian,” imbuh mantan Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan ini. Terkait budaya baru yang akan ditemui di masyarakat tempat KKN, ia ingin agar mahasiswa tidak menerima mentah-mentah. “Saring budaya baru yang kalian temui, tentunya tetap memperhatikan toleransi,” pesannya. Saat meresmikan program pembekalan ini, Prof. Agus juga menjelaskan beberapa skema KKN yang diimplementasikan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Selain KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel, kolaborasi lain yang dilakukan antara lain ialah KKN MBKM, KKN Internasional, dan KKN Nusantara Moderasi Beragama.
Menurut informasi dari Kepala Pusat Studi Pengabdian Masyarakat, Dr. Syaiful Mustofa, M.Pd. Tahun ini, mahasiswa UIN Malang juga berkesempatan mengikuti KKN Nusantara Moderasi Beragama. Tahun ini, ada dua lokasi tujuan skema KKN tersebut, yakni Parepare, Propinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Halmahera Barat di Propinsi Maluku Utara. Sementara itu, untuk KKN Internasional, tahun ini UIN Malang memberangkatkan mahasiswa ke Mesir dan Thailand. (nd)
UIN MALANG-Salah satu skema KKN yang diimplementasikan di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang kembali dilaksanakan sambil mengisi liburan semester genap Tahun Akademik 2022-2023. Skema kali ini yang dilakukan ialah KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel yang merupakan program kolaborasi sembilan PTKI (Perguruan Tinggi Keagamaan Islam) di Indonesia. Kesembilan kampus Islam ini dulunya merupakan cabang dari IAIN Sunan Ampel Surabaya yang kemudian pada tahun 1997 menjadi kampus mandiri sesuai amanah pemerintah pusat. Kepala Pusat Studi Pengabdian Masyarakat, Dr. Syaiful Mustofa, M.Pd. menyatakan, sejarah adanya KKN Persemakmuran ini dimulai pada lima tahun lalu. Saat berkumpul dalam forum bersama, kesembilan kampus sepakat untuk melakukan kegiatan kolaborasi, baik itu di bidang penelitian maupun pengabdian masyarakat. “Saat itu kami berpikir, kita ini satu darah. Pasti punya ikatan emosional. Di situlah kami berpikir apa yang bisa dilakukan bersama agar ikatan ini tetap kuat,” jelas Syaiful. Maka, muncullah ide-ide. Salah satunya ialah skema KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel yang sudah dilakukan sekian kalinya. UIN Malang pun menjadi host tahun 2023 ini. Untuk mengawali rangkaian KKN ini, seluruh peserta mengikuti Pembekalan KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel di Aula Gedung Rektorat lt.5 UIN Malang, Kamis (6/7).
Syaiful melanjutkan, tujuan utama KKN Persemakmuran ini ialah kesembilan PTKI dapat bekerja sama untuk memberikan sesuatu yang bermanfaat kepada masyarakat. “Sesuai keilmuan yang kita kuasai, kita berbagi informasi dan ilmu kepada masyarakat setempat,” imbuhnya. Tak hanya itu, karena peserta KKN berasal dari perguruan tinggi Islam, maka ada tugas membangun rohani di masyarakat. Pada sambutan pembukanya. Dr. Syaiful Mustofa juga melaporkan jumlah peserta KKN Persemakmuran Ex IAIN Sunan Ampel. Sebagai host, UIN Malang mengikutkan 110 mahasiswa-mahasiswi dalam skema KKN kali ini. Sementara 60 peserta lainnya berasal dari delapan PTKI Persemakmuran, yakni UIN Sunan Ampel Surabaya, UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung, UIN Kiai Haji Achmad Siddiq (KHAS) Jember, UIN Mataram, UIN Sultan Aji Muhammad Idris Samarinda, IAIN Kediri, IAIN Ponorogo, dan IAIN Madura. Seluruh peserta akan mengabdi di area Kecamatan Dau, Malang selama sebulan yang akan dimulai pada 7 Juli. (nd)
UIN MALANG-Selain mendidik, tugas utama perguruan tinggi ialah membekali mahasiswa untuk siap terjun di dunia kerja ataupun masyarakat luas. Berbicara tentang dunia kerja, perkembangan selalu saja terjadi setiap tahunnya mengikuti tren atau zaman. Sebagai staf ahli Kementerian Ketenagakerjaan Republik Indonesia, Hindun Anisa berbagi mengenai tantangan dan peluang lulusan PTKIN pada gelaran Wisuda Program Sarjana dan Pascasarjana Periode ke-3 Tahun 2023 UIN Maulana Malik Ibrahim Malang di Gedung Sport Center, Selasa (27/6). Ia menuturkan, pekerjaan di masa depan akan bergantung pada beberapa perubahan. Revolusi teknologi disinyalir menjadi salah satu faktor penyebabnya. Faktor ini merubah tatanan sistem yang dulunya manual menjadi digital. Tak hanya itu, karena revolusi tersebut, penggunaan perangkat berbasis kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) meningkat yang berakibat pada berkurangnya peluang kerja bagi manusia. Selanjutnya, masih kata Hindun, ada yang dinamakan revolusi keahlian. Hal ini berbanding lurus dengan perubahan teknologi. Revolusi keahlian menimbulkan mix dan match bersifat horizontal dan vertikal. “Vertikal berarti pekerjaan yang biasanya dilakukan lulusan SMA, dikerjakan oleh mereka dengan gelar sarjana. Sedangkan horizontal berarti pekerjaan yang dilakukan seseorang tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki,” jelasnya. Faktor perubahan lainnya ialah ada di selera generasi saat ini. “Generasi muda sekarang lebih menyukai hubungan ketenagakerjaan yang fleksibel dan tidak mengekang,” tutur Hindun. Dengan zaman yang makin berkembang, tentu saja akan banyak pekerjaan yang hilang. Namun, sebagai gantinya, banyak juga pekerjaan yang bermunculan. Beberapa pekerjaan kekinian yang disebutkan Hindun ialah Analis Data, Spesialis Artificial Intelligence (AI), Ahli Big Data, dan pekerjaan lainnya yang berhubungan erat dengan sistem digital. (nd)