UIN MALANG-Isu kekerasan yang menjadikan perempuan dan anak sebagai objeknya masih marak menghiasi media massa dan sosial media. Tak henti-hentinya, pegiat keseteraan gender menyuarakan concern-nya agar semakin banyak lagi orang yang membuka mata akan fenomena diskriminasi ini. Salah satunya ialah melalui berbagai acara-acara penting, seperti The International Conference on Engineering, Technology, and Social Sciences (ICONETOS) keempat yang tahun ini digagas Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA), LP2M UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Kamis (21/11), bertempat di Home Theater Fakultas Humaniora. Pusat studi di bawah pimpinan Dr. Istiadah, MA. mencoba menyuarakan pentingnya kesadaran menghentikan segala bentuk penindasan atau kekerasan, utamanya terhadap anak dan perempuan. Membuka acara, Wakil Rektor Bidang Akademik, Prof. Dr. Umi Sumbulah, M.Ag. menyatakan bahwa kesetaraan gender bukan hanya sekedar pergerakan tanpa target. Tujuan besar yang ingin dicapai dari gerakan ini adalah untuk memperkuat pembangunan negara, Indonesia. Untuk menjalankan pemerintahan secara efektif dan efisien, maka pembangunan berbasis gender harus menjadi salah satu landasan utama. “Dengan ini, segala bentuk diskriminatif terhadap perempuan dan anak dapat diakhiri,” papar Prof. Umi. Ia melanjutkan, realisasi dari penghapusan diskriminatif terhadap perempuan ada dalam beragam bentuk. Beberapa di antaranya ialah mengenali dan menghargai pekerjaan rumah tangga yang sering tak terbayar dan kurang mendapat apresiasi. Selanjutnya, adanya jaminan partisipasi penuh perempuan untuk berperan dalam setiap lini pembangungan. Menghubungkan tujuan gerakan ini dengan studi keislaman, Prof. Umi menjelaskan bahwa ajaran-ajaran Islam juga menyuarakan hal yang sama. “Tidak ada diskriminasi utamanya dalam pemerolehan pendidikan bagi kaum perempuan,” tuturnya. Perempuan, dengan cara apapun, berhak mendapatkan pendidikan yang layak. “Secara nilai, gerakan kesetaraan gender ini tidak berbeda dengan ajaran Islam. Yang membedakan manusia hanya ketakwaan dan amal baiknya,” jabar guru besar di Fakultas Syariah ini. Karena itu, untuk mempromosikan gerakan kesetaraan gender ini, maka jalur pendidikan adalah jalan yang efektif. Mengamini pendapat ini, Ketua LP2M, Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd. menegaskan pentingnya bangsa Indonesia diisi oleh sarjana-sarjana yang berprinsip anti diskriminasi. Support pemerintah dalam gerakan ini di jalur pendidikan nampak nyata. Berbagai macam fasilitas disediakan pemerintah, salah satunya dalam bentuk beasiswa pendidikan. Ada pula regulasi yang mewajibkan Perguruan Tinggi Negeri untuk secara khusus menyiapkan kuota bagi mahasiswa penerima beasiswa KIP (Kartu Indonesia Pintar). “Tidak ada lagi korelasinya pendidikan dengan ekonomi. Sekarang tergantung motivasi individu,” tegas Prof. Agus. Sesuai dengan tujuan besarnya, ICONETOS 2024 mengundang para pegiat gender, seperti One Widyawati (Kabid Kesetaraan Gender, DP3AK Jawa Timur), Sukesi Rahayu, Sukesi Rahayu (ISI Surakarta), Saira Kazmi (Quaid-i Azam University, Pakistan), Noornajihan Jafar (Universiti Sains Islam Malaya), Listia (Pappyruz Yogyakarta), dan Hosniah Salaeh (Fatony University, Thailand).
UIN MALANG-Lazimnya, struktur suatu artikel sama. Standarnya, sebuah artikel memuat pendahuluan, metode penelitian, hasil dan diskusi, dan ditutup dengan kesimpulan. Namun, pada eksekusinya, tidak semua bisa dengan baik menghasilkan sebuah karya ilmiah meski paham strukturnya. Dr. Ardian Wahyu Setiawan, M.Ed. berbagi tips kepada para pengelola jurnal ilmiah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang agar proses penulisan karya ilmiah lebih terarah dan fokus, Selasa (19/11). Hal ini ia sampaikan karena para pengelola jurnal tentunya juga adalah para penulis karya ilmiah. Ardian mengungkapkan, memahami struktur artikel saja tidak menjamin bahwa penulis paham apa yang harus dituliskan di setiap bagiannya. Bisa saja penulis abai dengan tidak menuliskan kebaruan penelitiannya dalam bagian Pendahuluan. Maka, seorang penulis disarankan untuk membuat matrix. Matrix berisi pertanyaan-pertanyaan untuk setiap bagian artikel. Jawaban dari pertanyaan tersebut akan dikembangkan dalam bodi artikel. “Penting banget punya matrix, apalagi kalau target kita untuk menghasilkan artikel berkelas internasional,” tutur dosen Politeknik Negeri Malang tersebut.
Uniknya, lanjut Ardian, dalam membuat matrix, bagian pendahuluan justru ada di tahap kelima. “Tahap pertama malah untuk Metodologi Penelitian,” jelasnya. Alasannya adalah, ketika ingin menulis sesuatu, maka kita harus tahu apa tujuan dari riset atau tulisan kita. Saat sudah tahu tujuannya, maka apa metode yang tepat untuk mencapai tujuan tersebut, dan kenapa metode yang terpilih itu diaplikasikan. Ia menambahkan, matrix penulisan tidak jauh berbeda dengan matrix review. Ketika seseorang sudah paham betul matrix penulisan, maka saat diminta untuk menelaah naskah, ia pasti akan merujuk pada matrix penyusunan artikel. Dalam sesi di Monitoring & Evaluation Pengelolaan Jurnal Ilmiah, Ardian tidak hanya menunjukkan cara membuat matrix artikel. Ia juga menunjukkan berbagai macam produk Artificial Intelligence (AI) yang dapat menunjang penulisan karya ilmiah dan juga menelaahnya. (nd)
UIN MALANG-Pengelola jurnal di lingkungan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang masih fokus dalam Monitoring & Evaluation Pengelolaan Jurnal Ilmiah di Royal Orchids Garden Hotel, Kota Batu, Selasa (19/11). Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kualitas karya ilmiah yang diterbitkan oleh pengelola jurnal di kampus tersebut. Kegiatan yang digelar oleh Pusat Publikasi Ilmiah LP2M UIN Maliki Malang ini dimotori oleh M. Anwar Firdausy, M.Ag., Kepala Pusat Publikasi Ilmiah-LP2M. Sebagai narasumber, hadir Dr. Ardian Wahyu Setiawan, M.Ed., yang memberikan materi mengenai penerapan Artificial Intelligence (AI) dalam proses peninjauan dan pengeditan jurnal ilmiah. Ia menekankan pentingnya syarat artikel yang baik. Menurutnya, artikel yang layak dipublikasikan harus memenuhi dua syarat utama, yaitu topik dan bahasa yang digunakan harus jelas dan mudah dipahami oleh pembaca. "Bahasa dalam artikel ilmiah harus sederhana dan langsung pada intinya. Struktur penulisan juga harus memudahkan pembaca untuk memahami informasi yang disampaikan," ujarnya.
Ardian juga mengingatkan pentingnya keterkaitan antar artikel dalam jurnal ilmiah. Setiap artikel harus mampu menghubungkan topik yang dibahas dengan artikel-artikel lain yang relevan. Untuk itu, para penulis perlu merumuskan isu dan masalah yang jelas serta sesuai dengan inisiatif yang ingin diangkat dalam penelitian mereka. Selain itu, dalam meningkatkan kualitas jurnal, pengelola jurnal diminta untuk membuat template atau panduan penulisan jurnal yang jelas, sehingga penulis dapat memahami arah dan kebijakan jurnal yang mereka tuju. “Jurnal yang baik harus mampu mengarahkan penulis untuk mengutip sumber yang kredibel, relevan, terkini, dan memiliki otoritas di bidangnya," tegasnya. Kegiatan ini diharapkan dapat meningkatkan kapasitas para pengelola jurnal di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk menyeleksi karya ilmiah yang lebih berkualitas, terstruktur dengan baik, serta memenuhi standar internasional. Dengan demikian, kualitas jurnal ilmiah yang diterbitkan dapat semakin bersaing di kancah nasional dan internasional. Dengan adanya pelatihan ini, UIN Maulana Malik Ibrahim Malang menunjukkan komitmennya untuk terus memperbaiki kualitas publikasi ilmiah dan mendukung perkembangan ilmu pengetahuan yang lebih baik di Indonesia. (aj)
UIN MALANG-Para pengelola jurnal ilmiah UIN Maulana Malik Ibrahim Malang tentu familiar dengan proses review naskah. Hal tersebut merupakan tahap awal dalam seleksi naskah yang telah diunggah oleh penulis. Pada Monitoring & Evaluation Pengelolaan Jurnal Ilmiah, pengelola diajak membahas mengenai kualitas review/telaah naskah bersama Dr. Ardian Wahyu Setiawan, M.Ed., salah satu pakar dalam Academic Writing, Selasa (19/11). Hall pertemuan di Royal Orchid Garden Hotel, Kota Batu dipenuhi oleh para pengelola jurnal ilmiah yang diundang untuk mengevaluasi kualitas jurnalnya. Di awal materi, Ardian mengungkapkan bahwa seringkali catatan review dari Mitra Bestari jurnal kurang dipahami oleh penulis. “Seringnya malah penulis bingung apa maksud dari catatan itu,” imbuh dosen Politeknik Negeri Malang. Bukan karena saking banyaknya catatan, tapi kurang directnya saran dari Mitra Bestari. Seharusnya, lanjut Ardian, feedback dari review naskah menjadi sebuah insight bagi penulis, terutama penulis pemula. “Feedback review adalah bagian dari proses belajar,” tegasnya. Dalam umpan balik itu, penulis mengetahui apa saja kelemahan dari tulisannya. Tak hanya itu, penulis juga seharusnya mendapatkan hal baru dari catatan reviewer sehingga nantinya, penulis bisa merevisi dan meningkatkan kualitas naskahnya agar layak terbit di jurnal bereputasi internasional.
Lebih lanjut, lulusan Adelaide University, Australia ini menyebutkan dua aspek yang perlu diperhatikan saat menelaah naskah jurnal. Pertama, review quality. Yang dimaksud di sini adalah, bahwa penulis suka menerima hasil telaah yang komprehensif. Semakin jelas catatan dari reviewer, maka semakin mudah bagi penulis untuk memperbaiki naskahnya. Dalam aspek ini, juga termasuk, apakah naskah perlu menambah referensi, apakah naskah kurang menunjukkan novelty-nya. Aspek kedua adalah speed. Tentunya, penulis ingin agar proses telaahnya tidak berlarut-larut atau berbulan-bulan untuk menunggu keputusan layak terbit. Dalam Monev Pengelolaan Jurnal Ilmiah, para pejuang jurnal UIN Maulana Malik Ibrahim Malang mendapatkan materi dari dua pakar. Pertama, pihak Pusat Publikasi Ilmiah-LP2M, sebagai penyelenggara, mengundang pengelola jurnal bereputasi internasional dari Universitas Muhammadiyah Malang, Dr. Sholahuddin Al-Fatih, SH., MH. (Legality). Kedua, materi difokuskan pada perbaikan konten dengan mengundang Dr. Ardian Wahyu Setiawan, M.Ed. yang sudah sering mengisi workshop Academic Writing. (nd)
UIN MALANG-Menjelang akhir tahun 2024, Pusat Publikasi Ilmiah-Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat mengajak para pengelola jurnal ilmiah di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang untuk mengevaluasi diri. Dalam Monitoring & Evaluation Pengelolaan Jurnal Ilmiah, para pengelola menilai kinerjanya selama setahun dalam proses penerbitan jurnal. Tak hanya itu, para pengelola juga diberi ilmu tambahan dari para narasumber di Royal Orchids Garden Hotel, Kota Batu (18-20/11). Prof. Dr. Agus Maimun, M.Pd., Ketua LP2M, menyadari tidak semua orang mau direpotkan dengan pengurusan jurnal ilmiah. Hanya orang-orang terpilih saja yang mau menyisihkan waktunya untuk berurusan dengan pengurusan penerbitan naskah akademik. “Hanya orang-orang yang punya tekad kuat dan semangat saja yang mau mengelola jurnal,” imbuhnya.
Mengurus jurnal ilmiah, lanjut Prof. Agus, artinya para dosen juga tertarik dalam dunia penelitian. Dosen dan penelitian adalah bagian yang tak terpisahkan. Pasalnya, kemampuan meneliti seorang dosen menunjukkan kemampuan profesionalitasnya. “Semakin sering meneliti, semakin tajam kemampuannya,” tegas dosen yang pernah menjabat sebagai dekan Fakultas Tarbiyah tersebut. M. Anwar Firdausy, Kepala Pusat Publikasi Ilmiah, menyatakan, kerumitan manajemen jurnal membuat kerjaan para pengelola semakin berat. Namun, jika memiliki komitmen mendalam, pengelola dapat melaksanakan tugasnya tanpa terasa terbebani. “Ketika ada peningkatan level jurnal yang kita kelola, otomatis akan ada peningkatan dalam akreditasi lembaga,” tambahnya. Pihak PPI-LP2M optimis bahwa seluruh jurnal di UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dapat meningkat dalam segi kualitas. Dengan bertambahnya dua jurnal yang telah terindeks di lembaga internasional, Scopus, mental pengelola jurnal semakin tertempa untuk lebih optimis lagi dalam memperbaiki kualitas penerbitan. (nd)
UIN MALANG-Berurusan dengan manajemen jurnal ilmiah se-UIN Maulana Malik Ibrahim Malang, Pusat Publikasi Ilmiah (PPI)-LP2M merasa perlu belajar lebih mengenai tata kelola. Karena itu, kru PPI beserta beberapa pengelola jurnal menuju Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LP2M) Universitas PTIQ Jakarta (6-8/11). Muhammad Anwar Firdausy, Ketua PPI UIN Malang menyatakan bahwa perjalanan timnya kali ini selain mempelajari pengelolaan jurnal bereputasi internasional, juga mengetahui bagaimana pengelolaan jurnal ilmiah di bawah payung LP2M di kedua kampus tujuan. Di Gedung PPIM UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Kampus 2, tim PPI ditemui oleh para pengelola Studia Islamika. Jurnal tersebut adalah salah satu jurnal ternama di kalangan akademisi, khususnya yang berkiprah di bidang Studi Islam. Studia Islamika telah terinklusi dalam lembaga pengindeks internasional ternama, Scopus sejak 30 Mei 2015. “Keberadaan jurnal ini sendiri sudah sejak 1994 yang berawal dari sebuah tabloid keilmuan,” jelas Testriono, salah satu Editor senior di Studia Islamika. Telah tiga dekade beredar menyebarkan ragam keilmuan Studi Keislaman, pihak jurnal akan mengadakan konferensi internasional tahun pada 2025 mendatang bekerjasama dengan kampus dari Belanda.
Savran Billahi, Asisten Editor menambahkan, sejak awal keberadaannya hingga kini, Studia Islamika konsisten terbit tiga kali dalam setahun. Tiap tahunnya, lebih dari 200 naskah yang diterima pihak redaksi, namun hanya 21 naskah yang berhasil terbit. “Studia Islamika sempat mengalami penurunan quartil Scopus dari Q1 ke Q2. Namun, kami tidak patah semangat. Hal seperti itu wajar. It’s not the end. Kami tetap berjalan seperti biasa dan tetap menjaga kualitas naskah secara maksimal,” tuturnya. Tantangan pastinya dihadapi tim Studia Islamika. Hal ini diungkapkan oleh Abdullah Maulani. Salah satunya ialah karena sistem jurnal daring harus bermigrasi dari OJS 2 ke OJS 3 demi peningkatan kualitas performa. “Butuh waktu yang tidak instan, tapi semua akan teratasi selama kita teliti dalam pengerjaannya,” ujar Alan, sapaan akrabnya. Pada kunjungan ke lokasi kedua, Tim PPI UIN Malang disambut hangat oleh Ketua LP2M Universitas PTIQ, Aas Siti Solichah di Gedung Rektorat lt. 3. Ia mengenalkan kampusnya dengan menyatakan bahwa setidaknya ada beberapa kesamaan UPTIQ dengan UIN Maulana Malik Ibrahim Malang. Selain basis keilmuan yang mengintegrasikan sains dan Islam, UPTIQ juga mewajibkan mahasiswa tahun pertama untuk tinggal dalam ma’had kampus. “UPTIQ dulunya hanya menerima mahasiswa pria, namun beberapa tahun belakangan, kami juga menerima perempuan dengan tetap memisahkan kelas,” jelas Aas.
Selain ketua LP2M UPTIQ, Sekretaris LP2M (Dr. Muhammad Khoirul Anwar), Koordinator Bidang Penelitian (Dr. Abdul Aziz), dan Koordinator Bidang Publikasi Penelitian dan Jurnal (Fikri Maulana, M.Pd.) turut menemui rombongan dari PPI UIN Malang. Mereka menuturkan bahwa saat menerima surel permintaan kunjungan, pihaknya sangat terkejut. “Ini jadi kesempatan kami juga untuk belajar bagaimana pengelolaan LP2M di UIN Malang, dan tentunya suatu saat kami ingin merealisasikan kerjasama resmi agar selanjutnya makin banyak program yang bisa kita lakukan bersama,” tutur Anwar. (nd)
UIN MALANG-Fakta bahwa tidak semua warga negara Indonesia memiliki kesadaran akan pendidikan, bukanlah isu belaka. Meski sudah memasuki zaman global, sebagian masyarakat desa masih beranggapan bahwa pendidikan bukan bekal masa depan cerah. Hal tersebut diungkapkan Kepala Desa Dawuhan, Syaiful Arifin, saat memberi pengarahan kepada peserta Pelatihan Metodologi Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Riset di Balai Desa, Sabtu (2/11). Kurangnya kesadaran akan pendidikan menjadikan tingkat Drop Out sekolah di masyarakat pedesaan tidak berkurang. Problem itu kemudian merambat ke pernikahan di bawah usia matang yang lazim ditemukan di desa-desa. Akibat pernikahan dengan pengetahuan yang kurang matang, maka timbullah permasalahan lain, yaitu kemiskinan dan stunting dalam tumbuh kembang anak. "Ini menjadikan wilayah pedesaan kurang memiliki sumber daya yang mumpuni," ujar Kades Dawuhan. Selain memperoleh informasi mengenai demografis dan keadaan kemasyarakatn di desa, peserta pelatihan juga mendapatkan arahan dari Camat Poncokusumo, Didik Agus Mulyono.
Poncokusumo adalah satu dari 33 kecamatan di Kabupaten Malang. Ia mengungkapkan bahwa wilayah tugasnya sendiri terdiri dari 17 desa dan 49 dusun dengan potensi yang beragam. "Hal-hal yang bisa dieksplor dari Poncokusumo, selain kekayaan alamnya ialah tradisi dan budayanya," jelas Didik. Setiap area bahkan memiliki tarian khas. Keberagaman ini, lanjut Didik, bisa jadi karena Poncokusumo sendiri ada di wilayah perbatasan dengan 3 kabupaten, yakni Lumajang, Probolinggo, dan Pasuruan. "Berdasarkan IDM (Indeks Desa Mandiri), seluruh desa di kecamatan ini sudah berproses menjadi desa mandiri sesuai dengan parameter yang ada," jelasnya.
Didik menjabarkan, dana desa tak hanya fokus untuk peningkatan infrastruktur desa, namun juga untuk banyak hal lain demi pengembangan desa. Salah satunya ialah untuk peningkatan perekonomian pedesaan. "Dengan berkembangnya desa melalui bumdes, maka anggaran desa tak hanya bergantung pada dana pemerintah, tapi juga dari pendapatan asli desa," harapnya. (nd)
UIN MALANG-Pelatihan Metodologi Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Riset memasuki hari terakhir, Sabtu (2/11). Seluruh dosen, peserta pelatihan menuju Balai Desa Dawuhan, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang. Kunjungan ini adalah awal dari pelaksanaan pengabdian kepada masyarakat yang merupakan salah satu tugas dosen dalam Tri Dharma Perguruan Tinggi. Kepala Pusat Pengabdian kepada Masyarakat, Dr. Syaiful Mustofa, M.Pd., MA. menyatakan, kegiatan pengabdian tak hanya akan dilakukan oleh dosen, namun juga berkolaborasi dengan mahasiswa. Syaiful Mustofa menyatakan begitu besarnya negara Indonesia sehingga banyak area yang belum tersentuh sebagai objek pengabdian. Di Kabupaten Malang saja, banyak kecamatan dan desa yang pasti luput dari teropong pengabdian kepada masyarakat. Maka, LP2M UIN Malang, sesuai amanah bupati Kabupaten Malang, akan fokus pada wilayah-wilayah yang belum tersentuh. "Ini juga merupakan amanah presiden agar kita berorientasi untuk mengabdi kepada negeri," imbuh dosen asal Pasuruan tersebut.
Ia berharap agar para dosen tidak berhenti setelah program pelatihan dua hari ini berakhir. Pihaknya berharap, ini adalah awal dari pelaksanaan pengabdian di seluruh Indonesia. "Tema pengabdian yang akan kami gagas kali ini adalah 'UIN Mengabdi: Kembali ke Desaku' agar tidak terbatas hanya di beberapa wilayah saja," paparnya. Kunjungan dalam rangkaian pelatihan ini dimaksud agar para dosen mendapatkan gambaran mengenai demografis desa. Informasi ini nantinya bisa digunakan saat mapping untuk kegiatan pengabdian kepada masyarakat. Untuk membantu mapping, dalam kunjungan ke Desa Dawuhan, para dosen mendapatkan arahan langsung dari Syaiful Arifin (Kepala Desa Dawuhan), Didik Agus Mulyono (Camat Poncokusumo), dan Prof. Dr. M. Alie Humaedi, M.Ag., M.Hum. (Badan Riset dan Inovasi Nasional). (nd)
UIN MALANG-Untuk membekali para dosen UIN Maulana Malik Ibrahim Malang dalam Pelatihan Metodologi Pengabdian kepada Masyarakat Berbasis Riset, LP2M mengundang senior dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Prof. Dr. M. Alie Humaedi, M.Hum., Jumat (1/11). Selain memaparkan dua metode penelitian (PAR dan ABCD) yang digunakan dalam kegiatan pengabdian kepada masyarakat, ia juga mengajak peserta melakukan brainstorming untuk lebih jeli lagi menemukan objek penelitian di tempat pengabdian nantinya. Prof. Alie menyatakan bahwa desa bukan hanya sebuah ruang wilayah bagi tempat tinggal penduduk atau warga negara. Desa juga sebuah entitas dan ekosistem yang bisa tumbuh dan berkembang. “Di dalamnya juga menginternalisasi seluruh nilai kehidupan bermasyarakat,” jelas Kepala Pusat Riset Kesejahteraan Sosial, Desa, dan Konektivitas di BRIN tersebut. Saat memaparkan materinya, ia mengungkapkan bahwa belum banyak para peneliti yang menyentuh area selatan Pulau Jawa, khususnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. “Padahal area-area tersebut keunikannya banyak, hanya saja kurang dilirik,” imbuhnya. Justru, ia melanjutkan, yang paling banyak ditemukan dari area-area selatan Jawa ialah label saja. “Salah satu label yang melekat ialah kriminologi jika ditilik dari sejarah Indonesia,” paparnya. Label lainnya ialah bahwa wilayah selatan Jawa terkenal dengan hal-hal mistis serta kepadatan penduduk dan kekumuhan. Karena banyaknya labelling tersebut, peneliti gagal menemukan fakta-fakta lain yang bernilai riset. “Fakta-fakta ini ingin saya sebut dengan ‘modal’,” tegas guru besar asal Cirebon ini. Modal yang bisa diteliti dalam wilayah selatan Jawa ialah ekonomi pasar. Tak dapat dipungkiri bahwa kehidupan pasar di area itu sangat hidup. Perempuan-perempuan berperan besar di dalamnya. Karena itu pula, penelitian dalam pemberdayaan perempuan di lingkup ekonomi layak diteliti di sini. “Ternyata, dalam wilayah tersebut, perempuan bukan cuma sekadar ‘konco wingking’,” jelas Prof. Alie. Perempuan, di wilayah selatan Jawa memiliki multi peran selain peran domestik. Perempuan bisa dengan luwes berkolaborasi dalam livelihood system. (nd)